Luka tekan adalah cidera yang terlokasi pada kulit atau jaringan dibawahnya biasanya diatas tonjolan tulang, sebagai akibat adanya tekanan, atau kombinasi dari tekanan dan gesekan. Tekanan tersebut menghambat oksigen yang menuju jaringan kulit akibatnya metabolisme seluler terganggu oleh karena berkurangnya sirkulasi ke jaringan kulit sehingga menyebabkan ikshemia jaringan dan memperbesar pembuangan metabolic yang mengakibatkan nekrosis. Luka tekan menimbulkan sebuah ancaman dalam pelayanan kesehatan karena insidennya semakin hari semakin meningkat. Kejadian luka tekan di amerika, kanada, inggris sebesar 3 – 32 %. Pelham (2007) melaporkan bahwa biaya yang dikeluarkan oleh negara Amerika untuk perawatan luka tekan di rumah sakit meningkat 50% dari anggaran sebelumnya.
Prevalensi luka tekan di negara Eropa berkisar antara 8,3%-22,9% (survey European Advisory Panel). Di korea hal ini merupakan masalah serius khususnya di intensif care unit, kejadian luka tekan meningkat dari 10,5%-45%. Severens (2001) meneliti bahwa 1% dari anggaran kesehatan negara Belanda dihabiskan untuk menangani luka tekan. Luka tekan dapat terjadi dalam waktu 3 hari sejak terpaparnya kulita akan tekanan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti penurunan mobilitas, aktivitas yang berkurang dan penurunan sensori persepsi sebagai factor dimensi tekanan. Sedangkan dari dimensi toleransi jaringan terditri dari faktor intrinsic (rendahnya nutrisi, usia tua, tekanan arteriolar yang rendah) dan faktor ekstrinsik (kelembaban yang tinggi dan gesekan).
Faktor-faktor resiko yang diduga berkaitan dengan terjadinya luka tekan yakni usia diatas 70 tahun, riwayat merokok, kulit yang kering, indeks massa tubuh (IMT) yang rendah, ganguan mobilitas, perubahan status mental, inkontinensia, malnutrisi, keganansan, restrain fisik, dan riwayat mengalami luka tekan. Dalam perawatan pasien kritis, ulkus tekan merupakan ancaman komorbiditas tambahan pada pasien yang secara fisiologis sudah terganggu. Meskipun kemajuan dalam teknologi kedokteran dan penggunaan program pencegahan formal berdasarkan pedoman praktek klinis, prevalensi ulkus tekan selama rawat inap terus meningkat. Pada tahun 2008 Russo et al melaporkan peningkatan 80% dalam terjadinya ulkus tekan 1993-2006 pada pasien dewasa yang dirawat di rumah sakit dan memperkirakan biaya perawatan kesehatan yang terkait adalah 11 miliar dollar. Tingkat prevalensi ulkus tekan yang diperoleh adalah yang tertinggi pada pasien di unit perawatan intensife dari 14% menjadi 42%.
Ulkus tekan dapat terjadi sangat progresif dan sulit untuk disembuhkan. Komplikasi ulkus tekan sangat sering dan mengancam kehidupan. Komplikasi ulkus tekan serius dan tersering adalah infeksi. Hal ini harus dibedakan dengan infeksi yang memang sudah terjadi sebelum terjadi ulkus. Masalah ulkus menjadi problem yang cukup serius baik di negara maju maupun negara berkembang, karena mengakibatkan meningkatnya biaya perawatan, memperlambat program rehabilitasi bagi penderita, memperberat penyakit primer dan mengancam kehidupan pasien. Oleh karena itu, perlu pemahaman cukup tentang ulkus tekan agar diagnosis dapat ditegakkan secara dini sehingga penatalaksanaan dapat dilakukan dengan segera dan tepat serta mencegah terjadinya ulkus.
ANALISA JURNAL
Pada penelitian ini, pasien dinilai melalui skala braden untuk menentukan resiko terjadinya ulkus tekan dan mengidentifikasi resiko individu dan skala Glasgow digunakan untuk menilai kesadaran mereka. Ditemukan bahwa resiko yang terkait dengan perkembangan ulkus tekan adalah skor rendah pada skala braden pada hari pertama rawat inap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat ini dapat membantu perawat untuk mengidentifikasi pasien yang beresiko dengan maksud untuk perencanaan asuhan keperawatan.
Skala braden diciptakan di Amerika pada area nursing home. Skala braden terdiri dari 6 variable yang meliputi persepsi-sensori, kelembaan, tingkat aktifitas, mobilitas, nutrisi dan gesekan dengan permukaan kasur. Skor maksimum pada skala braden adalah 23. Skor diatas 20 resiko rendah, 16-20 resiko sedang, 11-15 resiko tinggi, dan kurang dari 10 resiko sangat tinggi. Tujuan penelitian ini menerapkan standar keperawatan yang berfokus pada pencegahan pressure ulcer dan mendorong peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Diantara startegi-strategi, klala braden disorot sebagai alat yang memprediksi resiko pasien dan membantu dalam pengembangan protocol untuk berbagai jenis pasien dan kekhususan mereka.
Dalam empat bulan dengan sample 48 pasien. Tiga puluh dari pasien mengembangkan ulkus tekan yang berarti tingkat kejadian 62,5%. Tingkat seperti ini dapat dianggap tinggi bila dibandingkan dengan penelitian serupa yang dilakukan dengan pasien sakit kritis yang dirawat di unit perawatan intensif. Berdasarkan jenis kelamin dan warna kulit menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan statistic yang signifikan antara pasien dengan ulkus tekan dan mereka yang tidak, mengingat jenis kelamin (p : 0,678) dan variable warna kulit (P: 0,635). Sebuah studi yang dilakukan di inggris yang melibatkan data yang dikumpulkan dari 72.263 catatan pasien, dimana pasien adalah kulit putih dan kelompok-kelompok etnis yang berbeda, tidak , menemukan bukti yang mendukung etnis yang akan menjadi factor prediktif untuk ulkus tekan.
Rata-rata usia pasien yang mengalami ulkus lebih tinggi (51 tahun) dibandingkan dengan pasien tanpa ulkus (57,6 tahun). Mann-Whitney tes menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara kelompok mempertimbangkan variable umur (p:0,493). Dalam hal BMI, rata-rata pasien yang mengembangkan ulkus adalah 28,6 (SD= 11,8), berkisar antara 18 dan 67 tahun, dan 23,3 (SD = 5,2 )untuk pasien yang tidak mengembangkan ulkus, berkisar antara 15 dan 33 tahun. Mann whitney menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan statistic yang signifikan antara pasien dengan atau tanpa pressure ulcer mempertimbangkan variable ini (p:0,245).Length of stay untuk pasien yang mengalami ulkus adalah 18,43 hari sedangkan yang tidak mengalami ulkus 7,56 hari bagi mereka yang tidak mengalami ulkus . Analisis regresi logistic biner sederhana mengungkapkan hubungan antara LOSdan terjadinya ulkus tekan (P: 0,015). Pressure ulcer yang diamati pada 30 pasien, dimana 57,1% (40) adalah luka grade 1 dan luka grade 2. Daerah tubuh yang paling terkena dampak adalah tumit (35,7%), sacral dengan 22,9% dan scapulas dengan 12,9%.
Ditemukan bahwa untuk pasien dengan ulkus, skor terendah pada skala braden adalah 8 sedangkan untuk pasien tanpa ulkus skor terendah adalah 11. Nilai rata-rata pada pasien yang tidak mengembangkan ulkus tekan adalah 15, berkisar antar 11-19 sedangkan untuk pasien yang mengembangkan ulkus nilai rata-rata lebih rendah dan semakin rendah skor semakin tinggi jumlah pasien yang terkena pressure ulcer. Mann Whiteney uji statistic menunjukkan bahwa ada perbedaan statistic yang signifikan antara skor untuk pasien tanpa dan dengan pressure ulcer (P:0,001). Mengingat factor resiko pressure ulcer dinilai oleh braden skor, ditemukan bahwa mengenai persepsi sensori, pasien yang mengalami ulkus memiliki skor rata-rata yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien tanpa ulkus .
Ada hubungan pasien yang imobilisasi dengan kejadian ulkus ulcer. Pasien immobile dianggap sebagai factor utama dalam pengembangan ulkus tekan. Mempertahankan posisi tubuh, menentukan gradient gravitasi yang bekerja pada system kardiovaskular dan paru-paru dan dapat mempengaruhi oksigenasi dan aliran darah, karena gravitasi secara langsung mempengaruhi volume paru dan kapasitas paru. Kondisi tersebut menunjukkan adanya kebutuhan untuk menerapkan tindakan pencegahan terjadinya ulkus ulcer yaitu : mengubah posisi setiap dua jam, dengan menggunakan bantal untuk posisi yang melindungi tonjolan tulang dan menggunakan kasur dekubitus. Tekanan yang berlebihan berkontribusi terhadap pengembangan pressure ulcer karena menstimulasi terjadinya ischemia dan nekrosis jaringan.
Faktor lain yang mempengaruhi ulkus ulcer adalah gizi buruk karena mengurangi toleransi jaringan dan tekanan. Keadaan gizi pasien yang dirawat di ICU biasanya terganggu karena waktu puasa yang lama, keadaan patologis dan hipercatabolic, operasi dan kekurangan gizi. Faktor lain juga yang mempengaruhi ulkus ulcer adalah kelembaban kulit yang berlebihan karena dapat membuat lebih rentan terhadap maserasi. Sedangkan penyebab lain adalah kulit yang terkena percikan atau rembesan urine atau tinja menjadi lebih rentan terhadap gesekan , iritasi dan kolonisasi oleh miktoorganisme. Lesi daoat menjadi lebih sering jika terkena urine dan tinja secara bersamaan. Menggunkan pelindung kulit (krim, salep, zink) popok peyerap sekali pakai urinal adalah tindakan preventif yang meminimalkan kilit yang terpapar koloni mikroorganisme. Disisi lain pasien yang gelisah menyebabkan pergesekan dan geseran merupakan factor kecil penyebab ulkus ulcer.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini membuktikan efektifitas pengkajian braden scale dikaitkan dengan perkembangan pressure ulcus pada pasien ICU. Perawat dapat menggunkan instrument ini untuk mengidentifikasi pasien yang beresiko dan faktor-faktor resiko individu lain sehingga dapat merencanakan pencegahan terjadinya pressure ulkusdan mengguakan. Mengidentifikasi resiko dan menggunakan langkah-langkah pencegahan yang direkomendasikan dapat membantu mengurangi kejadian pressure ulcer, menghindari komplikasi dan mencegah kekambuhan serta mendukung penyembuhan luka yang sudah ada pada saat pasien dirawat dirumah sakit. Dengan demikian dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang menunjukkan pelayanan kesehatan dapat terus ditingkatkan. Istrumen ini diharapakan mengembangkan kualitas yang lebih baik dan berfokus pada keselamatan pasien.
Diambil dari jurnal : Braden Scale : evaluation of clinical usefulness in an intensive care unit. Journal of advance nursing oleh Choi&Nohm (2010). www.scielo.br
Analisi oleh Erna Safariyah (program M.Kep Unpad)
No comments:
Post a Comment