
Komposisi kimia propolis yang belum sepenuhnya diketahui berwarna kehijauan atau coklat.Komposisi kimia, warna dan rasa dipengaruhi oleh kondisi geografis setempat. Dalam propolis ditemukan kandungan beta amylase serta kandungan utama meliputi komponen polyphenoic, flavonones, phenonic acid, golongan ester dan fatty acid. Propolis mengandung berbagai zat pembangun kekebalan tubuh dan mengaktifkan kelenjar timus yang meliputi semua vitamin kecuali vitamin K dan semua mineral yang dibutuhkan kecuali sulfur. Propolis juga mengandung 16 rantai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk regenerasi sel dan bioflavanoid, antioksidan suplemen sel. Satu tetes propolis setara dengan yang dihasilkan 500 buah jeruk. Propolis digunakan sejak 300 tahun SM untuk kosmetik, antiinflamasi, antibakteri, dll.
Efek Ethanolic Ekstrak Propolis terhadap inflamasi kronis dibuktikan pada penelitian tikus penderita arthritis yang mendapat EEP 50-100 mg/kgBB/hari. Efek analgetik propolis setara dengan prednisolone (2,5 mg/kgbb/hari P.O) dan setara dengan acetylsalicyc acid (100mg/kg/hari). Propolis juga terbukti berefek antinflamasi akut dan kronik, terutama peran aktifitas caffeic acid phenethyl ester yang dikandung propolis. Propolis dapat meningkatkan aktivasi makrofag yang dapat menstimulasi produksi sitokinin sepetrti interleukin 1 beta dan TFN alpha pada mencit. Aktivasi antiinflamasi kandungan ekstrak propolis caffeic acid phenethyl esther (CAPE) menghambat pelepasan asam arakidonat dari membrane sel, menekan aktivasi enzim COX-1 dan COX-2. Kemudian CAPE ini mempunyai efek menghambat transkipsi factor NF-kB dan NFAT dari sel T pada proses inflamasi. Dewasa ini, pengobatan demam dengue hanya sebatas terapi supportif, sehingga diharapkan propolis menjadi salah satu terapi suportis, padahal mekanisame kerja propolis yang dapat menekan inflamasi dan meningkatkan imunitas dan memperbaiki permeabilitas membrane kapiler akibat DBD.
Penelitian “Uji Klinis propolis pada pasien demam berdarah dengue” oleh Rochsismandoko dan kawan-kawan sudah di bahas di editorial “medika No 2 tahun XXIX, Februari 2013”. Para peneliti melaporkan bahwa selama empat hari, semua variable laboratorium menunjukkan perubahan bermakna. Pada hari kedua kadar Hb, Ht, leukosit dan trombosit tidak berbeda bermakna, tetapi suhu badan kelompok propolis lebih rendah dan serta menurun lebih cepat. Pada hari ketiga kadar Hb, Ht leukosit dan trombosit tidak berbeda bermakna.Pada hari keempat kadar hemoglobin dan suhu badan kelompok eksperimen secara bermakna lebih rendah.
Propolis ternyata lebih efektif menurunkan lama rawat yang ternyata berbeda bermakna (p<0,001) dengan nilai minimum dan maksimum hari perawatan kelompok propolis lebih kecil. Pada kelompok propolis sejak hari kedua perawatan kadar hematocrit yang mulai mengarah pada nilai normal, diduga merupakan manifestasi hemokosentrasi akibat plasma bocor ke ruang ekstravaskular melalui kapiler yang rusak. Perbaikan leukopenia pada kelompok eksperimen ditemukan lebih baik menskipun tidak berbeda bermakna. Sampai perawatan hari ketiga, kelompok propolis mengalami peningkatn trombosit yang berlanjut sampai hari ke empat, tetapi kemompok control tidak. Salah satu indikasi perawatan DBD adalah kadar trombosit kurang dari 100 ribu/L.
Sampai pengukuran hari ke 4 kadar trombosit kelompok propolis memperhatikan tren yang meningkat signifikan. Pada kelompok propolis, penurunan suhu tubuh terjadi lebih cepat, sejak hari kedua perawatan dan terus berlangsung sampai mendekati normal pada hari ke empat.
Pada hari ketiga kelompok propolis tidak ditemukan efek samping, dak ada yang mengalami penurunan klinis yang mengarah ke syok atau terjadi DSS (dengue shock syndrome).
Sejak lama tingkat keganasan penyakit DBD memperlihatkan kecenderungan yang menurun. Indikator yang semakin nyata memperlihatkan angka fatalitas penyakit DBD cenderung semakin menurun, tetapi angka insiden (kejadian kasus baru) masih bertahan tinggi. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan teknologi pengobatan DBD semakin berkembang cepat, tetapi upaya pencegahan semakin tertinggal. Upaya intervensi klasik yang terbukti efektif adalah pembersihan sarang nyamuk, tetapi tidak banyak warga masyarakat yang tekun melakukannya. Indonesia mencoba alternatif baru dengan upaya mengembangkan vaksin DBD yang entah kapan akan tercapai.
Pada penelitian ini, propolis terbukti memperbaiki semua parameter klinis, laboratorium dan lama hari perawatan. Pemberian propolis sebagai terapi tambahan kasus DBD menurunkan suhu tubuh secara lebih cepat, memperbaiki leukopenia, meningkatkan sejumlah trombosit dan meningkatkan hemokosentras. Untuk penelitian lebih lanjut kita dapat mulai mencermati propolis dari aspek upaya pencegahan misalnya membandingkan riwayat dan frekuensi minum madu pada kelompok yang pernah sakit DBD dan yang tidak pernah.
Diambil dari “MEDIKA No 2 tahun ke XXXIX, Februari 2013”