Showing posts with label JENDELA QALBU. Show all posts
Showing posts with label JENDELA QALBU. Show all posts

Wednesday, November 4, 2015

Propolis pada Pasien DBD

Propolis bersal dari kata yunani pro yang berarti “sebelum” dan polis yang berarti “kota” menggambarkan perilaku lebah madu sebelum mebuat sarang. Berbagai istilah lain meliputi lem lebah, propolis balsam, propolis resin, propolis wax, blee glue dan hive dross merupakan produk lebah madu (apis melifera). Dia dihimpun dari berbagai pucuk daun muda dari sumber getah pepohonan berbau manis yang dikumpulkan dan kunyah lebah. Selanjutnya dicampur dengan enzim tertentu dari lebah dan disimpan dalam keranjang serbuk kaki belakng. Senyawa tersebut sejak lama dikenal sebagai antioksidan, antiinflamasi, antiviral, antimitogenik, antikarsinogen dan immunomodulatonr sehingga berperan dalam terapi supportif demam berdarah. Sejak berabad yang lalu propolis digunakan lebah untuk menambal dan mensterilkan sarang juga dikenal untuk pengobatan. Pertama kali membangun dinding sebagai awal pintu masuk yang juga bersifat antimikrobia ampuh yang mungkin mencemari koloni. Propolis juga bisa membunuh kuman.

Komposisi kimia propolis yang belum sepenuhnya diketahui berwarna kehijauan atau coklat.Komposisi kimia, warna dan rasa dipengaruhi oleh kondisi geografis setempat. Dalam propolis ditemukan kandungan beta amylase serta kandungan utama meliputi komponen polyphenoic, flavonones, phenonic acid, golongan ester dan fatty acid. Propolis mengandung berbagai zat pembangun kekebalan tubuh dan mengaktifkan kelenjar timus yang meliputi semua vitamin kecuali vitamin K dan semua mineral yang dibutuhkan kecuali sulfur. Propolis juga mengandung 16 rantai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk regenerasi sel dan bioflavanoid, antioksidan suplemen sel. Satu tetes propolis setara dengan yang dihasilkan 500 buah jeruk. Propolis digunakan sejak 300 tahun SM untuk kosmetik, antiinflamasi, antibakteri, dll.

Efek Ethanolic Ekstrak Propolis terhadap inflamasi kronis dibuktikan pada penelitian tikus penderita arthritis yang mendapat EEP 50-100 mg/kgBB/hari. Efek analgetik propolis setara dengan prednisolone (2,5 mg/kgbb/hari P.O) dan setara dengan acetylsalicyc acid (100mg/kg/hari). Propolis juga terbukti berefek antinflamasi akut dan kronik, terutama peran aktifitas caffeic acid phenethyl ester yang dikandung propolis. Propolis dapat meningkatkan aktivasi makrofag yang dapat menstimulasi produksi sitokinin sepetrti interleukin 1 beta dan TFN alpha pada mencit. Aktivasi antiinflamasi kandungan ekstrak propolis caffeic acid phenethyl esther (CAPE) menghambat pelepasan asam arakidonat dari membrane sel, menekan aktivasi enzim COX-1 dan COX-2. Kemudian CAPE ini mempunyai efek menghambat transkipsi factor NF-kB dan NFAT dari sel T pada proses inflamasi. Dewasa ini, pengobatan demam dengue hanya sebatas terapi supportif, sehingga diharapkan propolis menjadi salah satu terapi suportis, padahal mekanisame kerja propolis yang dapat menekan inflamasi dan meningkatkan imunitas dan memperbaiki permeabilitas membrane kapiler akibat DBD.

Penelitian “Uji Klinis propolis pada pasien demam berdarah dengue” oleh Rochsismandoko dan kawan-kawan sudah di bahas di editorial “medika No 2 tahun XXIX, Februari 2013”. Para peneliti melaporkan bahwa selama empat hari, semua variable laboratorium menunjukkan perubahan bermakna. Pada hari kedua kadar Hb, Ht, leukosit dan trombosit tidak berbeda bermakna, tetapi suhu badan kelompok propolis lebih rendah dan serta menurun lebih cepat. Pada hari ketiga kadar Hb, Ht leukosit dan trombosit tidak berbeda bermakna.Pada hari keempat kadar hemoglobin dan suhu badan kelompok eksperimen secara bermakna lebih rendah.

Propolis ternyata lebih efektif menurunkan lama rawat yang ternyata berbeda bermakna (p<0,001) dengan nilai minimum dan maksimum hari perawatan kelompok propolis lebih kecil. Pada kelompok propolis sejak hari kedua perawatan kadar hematocrit yang mulai mengarah pada nilai normal, diduga merupakan manifestasi hemokosentrasi akibat plasma bocor ke ruang ekstravaskular melalui kapiler yang rusak. Perbaikan leukopenia pada kelompok eksperimen ditemukan lebih baik menskipun tidak berbeda bermakna. Sampai perawatan hari ketiga, kelompok propolis mengalami peningkatn trombosit yang berlanjut sampai hari ke empat, tetapi kemompok control tidak. Salah satu indikasi perawatan DBD adalah kadar trombosit kurang dari 100 ribu/L.

Sampai pengukuran hari ke 4 kadar trombosit kelompok propolis memperhatikan tren yang meningkat signifikan. Pada kelompok propolis, penurunan suhu tubuh terjadi lebih cepat, sejak hari kedua perawatan dan terus berlangsung sampai mendekati normal pada hari ke empat.

Pada hari ketiga kelompok propolis tidak ditemukan efek samping, dak ada yang mengalami penurunan klinis yang mengarah ke syok atau terjadi DSS (dengue shock syndrome).

Sejak lama tingkat keganasan penyakit DBD memperlihatkan kecenderungan yang menurun. Indikator yang semakin nyata memperlihatkan angka fatalitas penyakit DBD cenderung semakin menurun, tetapi angka insiden (kejadian kasus baru) masih bertahan tinggi. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan teknologi pengobatan DBD semakin berkembang cepat, tetapi upaya pencegahan semakin tertinggal. Upaya intervensi klasik yang terbukti efektif adalah pembersihan sarang nyamuk, tetapi tidak banyak warga masyarakat yang tekun melakukannya. Indonesia mencoba alternatif baru dengan upaya mengembangkan vaksin DBD yang entah kapan akan tercapai.

Pada penelitian ini, propolis terbukti memperbaiki semua parameter klinis, laboratorium dan lama hari perawatan. Pemberian propolis sebagai terapi tambahan kasus DBD menurunkan suhu tubuh secara lebih cepat, memperbaiki leukopenia, meningkatkan sejumlah trombosit dan meningkatkan hemokosentras. Untuk penelitian lebih lanjut kita dapat mulai mencermati propolis dari aspek upaya pencegahan misalnya membandingkan riwayat dan frekuensi minum madu pada kelompok yang pernah sakit DBD dan yang tidak pernah.


Diambil dari “MEDIKA No 2 tahun ke XXXIX, Februari 2013”

Monday, November 2, 2015

Kata Dijalan Cinta


Satu kata bilal                        : “Ahad”
Dua kata Rasul                       : “selimuti aku”
Tiga kata Ummu Salman         :”Islammu adalah maharku”
Empat kata Abu Bakar           : “Ya Rasullulah Saya percaya”
Lima kata cinta Umar              : “Ya rasullulah ijinkan kupenggal  lehernya”

Suatu ketika ‘Umar ibn Khatab sedang duduk dibawah sebatang kurma. Surbannya dilepas, menampakkan kepala dan rambutnya mulai teripis di beberapa bagian. Diatas kerikil dia duduk, dengan cemeti ‘Immat-nya’ tergeletak disamping tumpuan lengan. Dihadapannya para pemuka sahabat bertukar pikiran dan membahas berbagai persoalan. Ada anak muda yang namapak menonjol disitu. ‘Abdullah ibn  ‘Abbas. Berulang kali ‘Umar memintanya berbicara. Jika perbedaan terwujud, Umar selalu setuju dengan Ibnu Abbas. Ada juga Salman Al Farisi yang tekun menyimak. Ada juga Abu Dzar Al Ghifari yang sesekali bicara berapi-api.
Pembicaraan mereka segera terjeda. Dua orangberwajah mirip datang dengan mengapit pria belia lain yang mereka cekal lengannya. “Wahai Amirul Mukmin”, Ujar salah satu berseru-seru, “tegakkan hukum Allah atas pembunuh ayah kami ini”!!
‘Umar bangkit. “Takutlah kalian kepada Allah”!! hardiknya. “Perkara apa ini??”
Kedua pemuda itu menegaskan bahwa pria belia mereka bawa ini adalah pembunuh ayah mereka. Mereka siap mendatangkan saksi dan bahkan menyatakan bahwa si pelaku ini telah mengaku. ‘Umar bertanya kepada sang tertuduh. “Benarkah yang mereka dakwakan kepadamu ini?”
“Benar, wahai Amirul Mukmin !!”
“Engkau tidak menyangkal dan diwajahmu kulihat ada sesal !!” Ujar Umar menyelidik dengan teliti. “Ceritakanlah kejadiannya !”.
“Aku datang dari negeri yang jauh”, kata belia itu. “begitu sampai dikota ini kutambatkan kudaku disebuah pohon dekat kebun keluarga mereka. Kutinggalkan ia sejenak untuk mengurus suatu hajat tanpa aku tahu, ternyata kudaku mulai memakan sebagian tanaman yang ada di kebun mereka.”
“saat aku kembali” , lanjutnya sambil menghela nafas , “kulihat seorang lelaki tua yang kemudian aku tahu adalah ayah dari kedua pemuda ini sedang memukul  kepala kudaku dengan batu sehingga hewan malang itu tewas menggenaskan. Melihat kejadian itu, aku terbakar amarah dan kuhunus pedang. Aku khilaf, dan aku telah membunuh lelaki tua itu. Aku memohon ampun kepada Allah karenanya.”
Umar tercenung.
“Wahai Amirul Mukmin,” kata salah satu dari kedua kakak-beradik itu, “tegakkan hukum Allah. Kami meminta Qishash atas orang ini. Jiwa dibayar dengan jiwa.”
“Umar melihat pada belia tertuduh itu. Usianya masih sangat muda. Pantas saja dia terbakar amarah. Tapi sangat jelas bahwa wajahnya teduh. Akhlaknya santun. Gurat-gurat sesal tampak jelas membayang di air mukanya . Umar iba dan merasa alangakah sia-sianya jika anak muda penuh adab dan berhati lembut ini harus mati begitu pagi. “Bersediakah kalian.” Ucap Umar ke arah kedua pemuda penuntut Qishash, “menerima pembayaran diyat dariku atas nama pemuda ini dan memaafkannya?”.
Kedua pemuda ini saling pandang. “demi Allah, hai Amirul Mukminin,” jawab mereka, “sungguh kami sangat mencintai ayah kami. Dia telah membesarkan kami dengan penuh cinta. Keberadaannya ditengah kami takkan terbayar dan terganti dengan diyat sebesar apapun. Lagipula kami bukanlah orang miskin yang menghajatkan harta. Hati kami baru akan tenteram jika Had diteggakkan.!”
Umar terhenyak, “Bagaimana menurutmu?” tanyanya pada sang terdakwa.
“Aku ridha hukum Allah ditegakkan atasku, wahai Amirul Mukminin,” Kata si belia dengan yankin. “Namun ada yang menghalangiku untuk sementara ini. Ada amanah dari kaumku atas beberapa benda maupun perkara yang harus aku sampaikan kembali kepada mereka. Demikian  juga keluargaku. Aku bekerja untuk menafkahi mereka. Hasil jerih payah di perjalanan terakhirku ini harus aku serahkan pada mereka sembari berpamitan memohon ridha dan keampunan ayah ibuku.”
Umar terenyuh. Tak ada jalan lain, hudud harus ditegakkan. Tapi pemuda itu juga memiliki amanah yang harus aku tunaikan . “Jadi bagaimana?” tanya Umar.
“Jika engkau mengijinkanku, wahai amirul Mukminin, aku minta waktu tiga hari untuk kembali kedaerah asalku guna menunaikan segala amanah itu. Demi Allah , aku pasti kembali dihari ketiga untuk menepati hukumanku. Saat itu tegakkan had untukku tanpa ragu, wahai putra Al-Khatab”.
“Adakah orang yang bisa menjaminmu?”
“Aku tidak memiliki seorangpun penjamin kecuali Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.
“Tidak ! demi Allah, tetap harus ada seseorang yang menjaminmu atau aku tidak akan mengijinkanmu pergi.”
“Aku bersumpah dengan nama Allah yang amat keras adzabnya. Aku takkan menyalahi janjiku”.
Aku percaya tapi harus tetap ada manusia yang menjaminmu.”
“Aku tak punya !!.”
“Wahai Amirul Mukminin !!” terdengar sebuah suara yang berat dan berwibawa menyela. “Jadikan aku penjamin anak muda ini,dan birkanlah dia menunaikan amanahnya !”. Inilah dia Salman Al Farisi yang tampil mengajukan diri sebagai penjaminnya.
“Engkau hai Salman, bersedia menjamin anak muda ini ?”
“ Benar aku bersedia.”
“kalian berdua kakak-adik mengajukan gugatan,” panggil Umar, apakah kalian bersedia menerima penjaminan dari Salman Al Farisi atas orang yang telah membunuh ayah kalian ini?” Adapun Salman demi Allah, aku bersaksi tentang dirinya bahwa dia lelaki ksatria dan tak sudi berkhianat.”
Kedua pemuda ini saling pandang. “Kami menerima,” kata mereka nyaris serentak.

Waktu tiga hari yang disediakan untuk sang terhukum nyaris habis. Umar gelisah tidak karuan. Dia mondar-mandir sementara Salman duduk Khusyu’ didekatnya. Salman tampak begitu tenang padahal jiwanya diujung tanduk. Andai lelaki pembunuh itu tidak datang memenuhi janjinya, maka dirinyalah selaku penjamin yang akan menggantikan tempat sang terpidana untuk menerima qhisash.
Waktu terus merambat. Pemuda belia itu tidak jua muncul.
Kota Madinah mulai terasa kelabu. Para sahabat berkumpul mendatangi Umar dan Salman. Demi Allah, mereka keberatan jika Salman harus dibunuh sebagai badal. Mereka sungguh tidak ingin kehilangan sahabat pengorbanannya untuk Islam begitu besar itu. Salman seorang sahabat yang tulus dan rendah hati. Dia dihormati. Dia dicintai.
Satu demi satu, dimulai Abu Darda, beberapa sahabat mengajukan diri sebagai pengganti Salman jika hukuman benar-benar dijatuhkan kepadanya. Tetapi Salman menolak. Umar juga menggeleng. Matahari semakin  batas waktu, lingsir kebarat. Kekhawatiran Umar semakin memuncak. Para sahabat makin kalut dan sedih.
Hanya beberapa saat menjelang habisnya waktu tampak seorang datang berlari tertatih dan terseok. Dia pemuda itu, sang terpidana. “Maafkan aku,” ujarnya dengan senyum  tulus sembari menyeka keringat yang membasahi sekujur wajah. “Urusan dengan kaumku itu ternyata berbelit dan rumit sementara untaku tak sempat istirahat. Ia kelelahan nyaris sekarat dan terpaksa kutinggalkan ditengah jalan. Aku harus berlari-lari sampai kemari sehingga nyaris terlambat.”
Semua orang yang melihat wajah dan penampilan pemuda ini merasakan satu sergapan iba. Semua yang  mendengar penuturannya merasakan keharuan yang ,mendesak-desak. Semua orang tiba-tiba merasa tak rela jika pemuda itu harus berakhir hidupnya di hari itu.
“Pemuda jujur,” ujar Umar dengan mata berkaca-kaca, “ Mengapa kau datang kembali, padahal bagimu ada kesempatan untuk lari dan tak mati menanggung Qishash ?”.
“Sungguh jangan sampai orang mengatakan,” kata pemuda itu sambil tersenyum ikhlas, “Tidak ada lagi orang yang tepat janji. Dan jangan sampai ada yang mengatakan, tak ada lagi kejujuran hati dikalangan kaum Muslimin.”
“dan kau Salman,” kata Umar bergetar, “Untuk apa kau susah-susah menjadikan dirimu penanggung kesalahan dari orang yang tak kau kenal sama sekali ? bagaimana kau bisa mempercayainya ?”.
“Sungguh jangan sampai orang bicara,” ujar Salman dengan wajah teguh, “Bahwa tidak ada lagi orang yang mau saling berbagi beban dengan saudaranya. Atau janagn sampai ada yang merasa, tak ada lagi rasa saling percaya diantara orang-orang muslim.”
“Allohu Akbar !” kata sang Umar, “Segala puji bagi Allah. Kalian tela membesarkan hati umat ini dengan kemuliaan sikap agungnya iman kalian. Tetapi bagaimanapun wahai pemuda, had untukmu harus kami tegakkan !”
Pemuda itu mengangguk pasrah.
“Kami memutuskan.....” kata kakak-beradik penggugat tiba-tiba menyeruak, “Untuk memaafkannya”.  Mereka tersedu sedan. “Kami melihatnya sebagai seorang yang berbudi dan tepat janji. Demi Allah, pasti benar-benar sebuah kekhilafan yang tak sengaja jika dia sampai membunuh ayah kami. Dia telah menyesal dan beristighfar kepada Allah atas dosanya. Kami memaafkannya. Janganlah menghukumnya, wahai Amirul Mukminin.”
“Alhamdulillah,!! Alhamdulillah !!” ujar Umar.  Pemuda terhukum itu sujud syukur. Salman tak ketinggalan menyungkurkan ke arah kiblat mengagungkan asma Allah, yang kemudian diikuti oleh semua hadirin.
“Mengapa kalian tiba-tiba berubah pikiran?” tanya Umar pada kedua ahli waris korban.
“Agar jangan sampai ada yang mengatakan ,” Jawab mereka masih terharu, “Bahwa dikalangan umat muslimin tak ada lagi kemaafan, pengampunan, iba hati dan kasih sayang”.



*Diambil dari Dalam Dekapan Ukhuwah dan buku Jalan Cinta Para Pejuang by Salim A Fillah atau kisah tersebut bisa dibaca pada serial Sirah Nabawiyah dengan gaya bahasa yang berbeda*

Sunday, October 25, 2015

Mencintai Penanda Dosa

“Ah, surga masih jauh.”
Kisahnya dimulai dengan cerita indah disemester akhir kuliah. Dia muslimah yang taat, aktivis dakwah yang tanggunh, akhwat teladan dikampus dan penuh prestasi yang menyemangati rekan-rekannya. Kesyukuran makun lengkap tatkala prosesnya untuk menikah lancar dan mudah. Dia tinggal menghitung hari. Detik demi detik serasa menyusupkan bahagia dinafasnya.
Ikhwan itu sang calon suami, seorang lelaki yang mungkin menjadi dambaan semua sebayanya. Dia berasal dari tokoh keluarga terpandang  dan kaya-raya, tapi jelas tak manja. Dikenal juga sebagai “pembesar” dikalangan para aktivis dakwah, uasaha yang dirintis dari awal sejak kuliah telah mengentas banyak kawan , sungguh membanggakan. Awal-awal si muslimah yang berasal dari keluarga biasa, seadanya dan bersahaja itu tidak percaya diri. Tetapi niat baik dari masing-masing pihak mengatasi semuanya.
Hari akad walimah itu tinggal tujuh hari menjelang ketika sang ikhwan dengan mobil barunya datang kerumah dikontraknya bersama akhwat-akhwat lain. Sang muslimah terkejut ketika si calon suami tampak sendiri. Ya, hari itu mereka berencana meninjau rumah calon tempat tinggal yang akan mereka syurgakan bersama. Awalnya, ibunda silelaki dan adik perempuannya akan beserta agar batas syariat tetap terjaga. “afwan uhkti, ibu dan adik tidak jadi ikut karena mendadak uwak masuk ICU karena serangan jantung.” Ujar sang ikhwan berpenampilan eksekutif muda itu dengan wajah sesal dan merasa bersalah. “afwan juga, adakah beberapa akhwat teman anti yang bisa menjadi pendampingi agar rencana hari ini tetap berjalan.
“sayangnya tidak ada. Afwan, semua sedang ada acara dan keperluan. Bisakah ditunda?”.
“masalahnya besok saya harus berangkat keluar kota untuk beberapa hari. Sepertinya tidak ada waktu lagi. Baagaimana?
Akhirnya dengan memaksa dan membujuk salah seorang kawan kontrakan sang ukhti berkenan menemani mereka. Tetapi  ditengah jalan sang teman ditelpon rekan untuk suatu keperluan yang katanya gawat darurat. “saya menyesal membiarkannya turun ditengah perjalanan,” kata muslimah itu dengan sedikit terisak.“meskipun kami jaga sebaik-baiknya dengan duduk beda baris, dia didepan dan saya dibelakang, saya insyaf, itulah awal semua petakanya. Kami terlalu memudah-mudahkan”.
Ringkas cerita mereka akhirnya harus berdua saja meninjau rumah baru tempat kelak syurga cinta itu akan dibangun. Rumah itu tidak besar. Tetapi asri dan nyaman. Sang muslimah pamit kekamar mandi untuk hajatnya, dengan bantuan seekor kecoa yang membuatnya berteriak ketakutan, syaitan bekerja dengan lihai dan menakjubkan. “Dirumah yang seharusnya kami bangun syurga dalam ridhaNya, kami jatuh terjerembab ke neraka. Kami melakukan dosa besar terlaknat itu.
“kisahnya tak berhenti sampai disitu” lanjutnya setelah agak tenang dari isak tangis. “Pulang dari sana kami berada dalam gejolak yang menyiksa. Kami marah,kami kalut, kami sedih, merasa kotor, merasa jijik. Saya terus menangis di jok belakang. Dia menyetir dengan galau. Sesal itu menyakitkan kami. Kami merasa hancur.
Dan kecelakaan itupun terjadi. Mobil mereka menghantam truk pengangkut kayu ditikungan. Tepat sepekan sebelum pernikahan.
“Setelah hampir  empat bulan koma,” sambungnya, “akhirnya saya sadar. Pemulihan yang sungguh memakan waktu diperberat oleh kabar yang awalnya saya binggung harus mengucap apa. Saya hamil.Saya mengandung. Perzinahan terdosa itu membuahkan “karunia”. “ynag lebih membuat saya merasa langit runtuh dan bumi menghimpit adalah, ternyata calon suami saya, ayah dari anak saya, meninggal ditempat kecelakaan itu.
“doakan saya kuat ustadz, ujarnya. Ketika keluarga almarhum suami saya mencampakkannya begitu rupa. Karena keliuarga suami saya mengatakan “ bagaimana bisa kami percaya, bahwa itu cucu kami, bukan hasil ketidaksenonohanmu dengan pria lain yang membuat putra kami tersayang  meninggal karena frustasi”.
“doakan saya ustzadz, semoga keteguhan dan kesabaran saya atas ujian ini tak berubah menjadi kekersan hati yang tidak tahu malu. Dan semoga sesal dan taubat ini tak menghalangi saya dari mencintai anak itu sepenuh hati”

Sekelumit kisah diatas disadur dari kisah nyata yang ditulis oleh seorang ustadz Salim A Fillah dari kota pelajar, dan sayapun pernah mendengar kisah ini diceritakan kembali di radio MQ FM.
Setelah menuliskan kisah ini, saya hanya bisa menghela nafas panjang. Terbayang dibenak saya, hal yang sama ketika saya merawat soranga pasien yang masih muda, belum berusia 17 tahun yang mengalami depresi dan “baby blues”. Suatu syndrom psikologi yang menyebabkan sesorang frustasi ketika melahirkan, bahkan ketika melihat bayinya yang baru dilahirkan pun dia merasa jijik, marah bahkan ketakutan. Biasanya pada kondisi ini dihadapkan pada “unwanted pregnancy” atau kehamilan yang tidak diinginkan. Bisa saja kehamilan itu karena belum siap mental, tidak ada dukungan keluarga atapun kehamilan diluar nikah.
Tidak sedikit juga yang sebelumnya mencoba menggugurkan, namun malah mengancam jiwanya sendiri. Apakah itu mengatasi masalahanya?? Tidak, bahkan hanya menambah masalah bagi orang disekelilingnya.
Tapi tidak semua orang bisa berdamai dengan masa lalunya dan mau bertanggung jawab dengan apa yang telah diperbuatnya. Setiap diri punya kesempatan untuk memperbaiki diri.  Salah satunya dengan bertaubat dan mencintai sang penanda dosa itu. Bukan untuk dibunuh atau dihilangkan jejaknya.
Kalau memang kita belum siap untuk segala resiko,alangkah lebih baik kita menghindari untuk mendekatinya karena godaan itu datang dari manapun,, tidak peduli dia orang awam atau bukan, tidak melihat waktu dan tempat dia berpijak

QS 7:16 “dan iblis menjawab : karena Engkau telah menghukum saya tersesat saya akan benar-benar, (menghalang-halangi) mereka dari jalanMu yang lurus,

QS 7:17 kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dakan kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.
Memang kita bukanlah orang yang baik, tapi semoga kita termasuk orang- orang yang selalu berusaha untuk memperbaiki diri.


Thursday, October 22, 2015

Kita Lebih Rendah dari Hewan?

Kita Lebih Rendah dari Hewan?Suatu ketika saya mendapat foto di akun jejaring sosial yang memamerkan "keperkasan dia". Dia memamerkan hasil buruan berupa seekor monyet,kemudian digantung dan dia sendiri berdiri di samping hasil buruannya yang sudah tidak berdaya sambil menenteng senjata. Kemudian di gambar lain dia memamerkan daging disebuah mangkok yang masih berwarna merah,termasuk tengkorak monyet. Tidak sampai disitu dia unjuk kebolehan,dia juga pamer foto sedang memakan tengkorak monyet. Orang lain berkomentar dengan kata-kata yang kasar kalau dia tidak memiliki hati dan malu.Bahkan ada yang mengumpat " ban*s*t hatimu tidak seganteng wajahmu yang berani menganiaya monyet"

Jujur ketika saya melihat itu juga hanya terdiam.Saya berharap dia tidak benar kalau dialah yang membunuh monyet dan memakan daging monyet tersebut. Jujur dalam hati kecil saya menginginkan itu hanya sebuah daging sapi atau kerbau dan tengkorak yang dimakan itu bukan tengkorak monyet tapi hanya boneka yang menyerupai tengkorak monyet, dan dia hanya mencari sensasi dengan berakting seperti itu.

Kalau beneran bagaimana? 

Maksudnya memang dia yang membunuh,mencincang, memasak dan memakan daging monyet tersebut?  Saya hanya berdoa semoga itu adalah perbuatan terakhir yang dia lakukan kepada monyet lain ataupun binatang lain yang dilindungi. Dalam pikiran saya apakah sudah tidak ada lagi makanan halal yang tersedia di alam ini? Apakah sudah menipis stok daging halal yang ada dibumi ini? Dan apakah sudah hilang rasa malu dan rasa kemanusiaan terhadap mahluk Tuhan yang lain,sehingga dia sangat bangga dengan memamerkan foto tersebut.

Dalam islam yang merupakan agama paling toleran menskipun itu ke hewan sekalipun, ada beberapa etika yang harus di lakukan, diantaranya agar binatang yang disembelih halal dimakan, perlu diperhatikan syarat- syarat dan rukun – rukunnya.
  1. Rukun Penyembelihan Binatang

    Rukun menyembelih binatang sebagai berikut;
    • Ada orang yang menyembelih
    • Ada binatang yang disembelih
    • Ada alat untuk menyembelih
    • Menyebut nama Allah atau membaca basmalah sebelum menyembelih
       
  2. Syarat Penyembelihan Binatang

    Adapun Syarat- syarat menyembelih adalah, yaitu :
    • Penyembelih harus orang Islam
    • Binatang yang disembelih disyaratkan :
      • Disembelih dilehernya hingga putus urat lehernya. Secara medis bertujuan ketika pembuluh darah putus maka darah dari tubuh akan mengalir keluar sehingga kumab dan penyakit yang berada dalam tubuh hewan tersebut akan hilang. Oleh karena itu dalam islam melarang memakan hewan yang mati dengan cara dipukul kepalanya, disetrum atau dibakar.
      • Hewan yang akan disembelih masih hidup dan halal dimakan.
         
  3. Alat menyembelih harus tajam

    Semua benda tajam dapat digunakan untuk menyembelih, kecuali kuku, gigi dan segala macam tulang. Ini karena secara tegas rosulullah SAW melarangnya.
    Apabila rukun dan syarat untuk menyembelih telah terpenuhi maka binatang itu halal untuk di makan
    Ketika alat yang digunakan tajam bertujuan ketika menyembelih urat syaraf dan pembuluh darah langsung terputus. Sehingga meminimalkan penyiksaan dan menyakiti hewan.

"Sesuatu yang mengalirkan darah dan yang disembelih dengan menyebut nama Allah, makanlah olehmu, terkecuali gigi dan kuku ( sebagai alat penyembelih ) “. ( H.R. Bukhari-Muslim )

Semoga kelak tidak ada lagi yang memamerkan diri menganiaya hewan dan memakannya tanpa merasa berdosa apalagi ditambah dengan cara membuat sensasi biar terkenal. Karena segala perbuatan sekecil apapun akan mendapat imbalan hang adil kelak dipadang mahsyar. Bukankan pernah kita dengar cerita zamn Rosullullah yang mengisahkan tentang seorang pelacur yang masuk syurga karena bertaubat dan memberi minum untuk seekor anjing yang hampir mati. Jadi jangan sampai kelak di akhirat kita diperlakukan sama halnya ketika kita memperlakukan binatang secara tidak manusiawi di dunia.

Alangkah lebih baik kita menghindari hewan tersebut daripada takut menyakiti, karena hewan pun punya hak sama untuk hidup di dunia dan diperlakukan secara adil dengan mahluk lainnya.