Seorang wanita 52 tahun yang tidak memiliki riwayat medis, dengan keluhan sakit kepala hebat tanpa disertai penurunan kesadaran sejak beberapa bulan sebelumnya. Pasien terus mengalami sakit kepala yang semakin hebat dan tidak berkurang dengan meminum obat penahan sakit. Pagi hari pasien mengeluhkan sakit kepala yang sangat parah disertai dengan muntah, yang kemudian membuat pasien terjatuh. Pasien segera dibawa ke IGD terdekat dan dilakukan CT Scan kepala tanpa kontras. Pada hasil pemeriksaan CT Scan kepala tampak suatu lesi desak ruang yang besar dengan kecurigaan suatu parafalcine meningioma. Saat di IGD pasien tiba-tiba kejang dan tidak lama kemudian terjadi penurunan kesadran yang disertai dengan adanya asimetri pupil.
Setelah mendapatkan manitol, pasien kemudian dipindahkan ke intensive car untuk tindakan intervensi lebih lanjut. Setelah di intensive care pasien dilakukan intubasi. TD 140/67mmHg, HR:61: RR:21 GCS: E2M4VT. Pupil kanan/kiri : 5mm/3mm, reflek cahaya -/+, motoric : hemiparese kiri
Pemeriksaan
Adanya tanda-tanda defisist neurologis seperti pelebaran pupil dan hilangnya reflek cahaya ipsilateral dan sikap fleksor dari ekstremitas kiri (kontralateral) adalah indicator kuat bahwa pasien menderita kompresi batang otak sisi kanan.
Px radiologis dengan CT Scan tanpa kontras hasilnya sebuah massa besar berukuran 5,5x5,6x5,7 cm disertai dengan klasifikasi terlihat sepanjang superior anterior dari falx cerebri, tampak edema peritumoral hebat sekitarnya. Lesi desak ruang ini menyebabkan efek massa pada jaringan otak dan kompresi pada frontal horn kanan lebih besar frontal horn kiri. Tidak ada hidrocepalus atau perdarahan yang berhubungan dengan SOL tersebut. Hilangnya sulcus dan gyrus pada CT scan mengindikasi adanya TIK. Gambaran infark akut di labus oksipital bilateral, kanan lebih besar dari kiri menunjukkan suatu proses yang berkelanjutan dari herniasi transtentorial (uncal).
Langkah Intervensi Medis yang Harus Segera Dilakukan untuk Menurunkan TIK
Tindakan intervensi pertama pada pasien ini ditunjukkan untuk menurunkan TTIK yang menyelesaikan sebagian masalah yang ada dari pasien ini yaitu edema otak, kejang dan peningkatan TIK yang memicu terjadinya herniasi otak.
Langkah selanjutnya ditujukan untuk persiapan dilakukan reseksi massa. Setelah kondisi pasien cukup stabil, pemeriksaan MRI otak dengan atau tanpa kontras sebalikanya dilakukan untuk lebih mengetahui lokasi, jenis dan hubungan anatomi lesi massa terhadap struktur jaringan di sekitarnya termasuk pembuluh darah terkait.
MRI otak kontras dan MRA dari kepala dilakukan mendapatkan gambaran massa berukuran 5,6cm x 7,1 cmx 4,9 cm yang inhomogen menyengat kontras pada anterior falx dengan adany internal nektrosis dan edema vasogenik yang signifikan disekitarnya serta menimbulkan efek massa, konsisten dengan sesuatu meningioma parafalcie berukuran besar.
Setelah didapatkan hasil MRI dan MRA diputuskan untuk dilakukan tindakan embolisasi sesaat sebelum dilakukan tindakan reseksio cito di kamar operasi. Pasien menjalani kraniotomi bicoronal untuk reseksi dari parafalcine meningioma. Operasi berlangsung sulit dan memakan waktu cukup lama, sinus sagittal superior terpaksa dikorbankan karena sudah terinfiltrasi dengan massa tumor dan tidak paten. Akhirnya Gross total removal dapat dicapai dan pasien dapat kembali ke ruang intensive untuk managemen post operatif.
Managemen Post Operatif
Pasien kembali ke ruangan intensive dengan ventilasi meknaik, dipertahankan dengan manitol dan pemberian infus saline hipertonik 3%, IV dexamethasone dan IV phenytoin.
Anti edema dan antiepileptic dengan pemberian dexamethasone dapat dipertahankan selama 2 minggu lalu tapering, sementara pasien harus mendapatkan obat antiepilepsi phenytoin selama minimal 1 bulan, Karena pasien berpotensi untuk mengalami kejang sampai 3-6 bulan post operatif.
Untuk cairan hyperosmolar setelah operasi tetap digunakan. Sumber utama peningkatan TIK pada pasien telah diangkat, sambil mengingat bahwa masih ada kemungkinan terjadinya edema moderate hingga berat post operatif. Sambil mempertimbangkan kejadian edema postoperative pada pasien, tapering off pemberian cairan hipertonis dapat dilakukan. Hal ini dilakukan secara perlahan dan bertahap untuk menghindari terjadinya rebound edema pada otak yang berpotensi menyebabkan herniasi otak, selain itu sebaiknya dilakukan pemeriksaan natrium rutin. CT scan post operasi dapat dilakukan, untuk menunjukkan complete removal dari meningioma yang ditandai dengan adanya edema post operatif yang cukup signifikan. Untuk masalah oksigenasi post operatif weaning ventilator dilakukan secara bertahap dan berbagai tindakan intervensi lainnya diberikan berdasarkan penilaian neurologist.
Penulis : Jusuf Desman Banjarnahor
Departemen Bedah Syaraf FK Unpad
Setelah mendapatkan manitol, pasien kemudian dipindahkan ke intensive car untuk tindakan intervensi lebih lanjut. Setelah di intensive care pasien dilakukan intubasi. TD 140/67mmHg, HR:61: RR:21 GCS: E2M4VT. Pupil kanan/kiri : 5mm/3mm, reflek cahaya -/+, motoric : hemiparese kiri
Pemeriksaan
Adanya tanda-tanda defisist neurologis seperti pelebaran pupil dan hilangnya reflek cahaya ipsilateral dan sikap fleksor dari ekstremitas kiri (kontralateral) adalah indicator kuat bahwa pasien menderita kompresi batang otak sisi kanan.
Px radiologis dengan CT Scan tanpa kontras hasilnya sebuah massa besar berukuran 5,5x5,6x5,7 cm disertai dengan klasifikasi terlihat sepanjang superior anterior dari falx cerebri, tampak edema peritumoral hebat sekitarnya. Lesi desak ruang ini menyebabkan efek massa pada jaringan otak dan kompresi pada frontal horn kanan lebih besar frontal horn kiri. Tidak ada hidrocepalus atau perdarahan yang berhubungan dengan SOL tersebut. Hilangnya sulcus dan gyrus pada CT scan mengindikasi adanya TIK. Gambaran infark akut di labus oksipital bilateral, kanan lebih besar dari kiri menunjukkan suatu proses yang berkelanjutan dari herniasi transtentorial (uncal).
Langkah Intervensi Medis yang Harus Segera Dilakukan untuk Menurunkan TIK
- Meninggikan posisi kepala 30 derajad
- Hiperventilasi
- Obat-obat sedative, analgetik dan paralitik untuk mengontrol agitasi, mengurangi cerebral blood volume dan menurunkan metabolism otak.
- Terapi hyperosmolar dengan pemberian manitol 0,25-1 g/KgBB atau dapat diberikan bersama dengan penggunaan hypertonic saline 3% continue.
- Mengurangi edema otak. Meskipun gamnbaran radiografi lesi ini, suatu massa ekstra aksial seperti meningioma, massa ini menyebabkan edema vasogenik signifikan yang harus ditangani dengan pemberian steroid.
- Obat antiepilepsi. Kejang dapat memicu terjadinya proses herniasi otak (kejang sementara dapat meningkatkan TIK, dengan terjadinya hipoksia otak dan peningkatan aliran darah ke otak (cerebral blood volume) sehingga pasien harus mendapatkan maintenance obat epilepsy
- Monitor TIK. Pasien dengan tanda-tanda klinis peningkatan TIK dan nilai GCS kurang dari 8 membutuhkan pemantauan TIK secara invasive dan langsung, jika pasien perlu distabilkan terlebih dahulu dan membutuhkan jangka waktu lebih untuk diagnostic, tindakan pembedahan atau pada kasus inoperable. Kebutuhan untuk pemasangan monitor ICP (intra cranial pressure) menjadi jelas. Dalam hal ini ICP monitor tidak dimasukkan segera karena akan dilakukan tindakan dekompresi operatif
Tindakan intervensi pertama pada pasien ini ditunjukkan untuk menurunkan TTIK yang menyelesaikan sebagian masalah yang ada dari pasien ini yaitu edema otak, kejang dan peningkatan TIK yang memicu terjadinya herniasi otak.
Langkah selanjutnya ditujukan untuk persiapan dilakukan reseksi massa. Setelah kondisi pasien cukup stabil, pemeriksaan MRI otak dengan atau tanpa kontras sebalikanya dilakukan untuk lebih mengetahui lokasi, jenis dan hubungan anatomi lesi massa terhadap struktur jaringan di sekitarnya termasuk pembuluh darah terkait.
MRI otak kontras dan MRA dari kepala dilakukan mendapatkan gambaran massa berukuran 5,6cm x 7,1 cmx 4,9 cm yang inhomogen menyengat kontras pada anterior falx dengan adany internal nektrosis dan edema vasogenik yang signifikan disekitarnya serta menimbulkan efek massa, konsisten dengan sesuatu meningioma parafalcie berukuran besar.
Setelah didapatkan hasil MRI dan MRA diputuskan untuk dilakukan tindakan embolisasi sesaat sebelum dilakukan tindakan reseksio cito di kamar operasi. Pasien menjalani kraniotomi bicoronal untuk reseksi dari parafalcine meningioma. Operasi berlangsung sulit dan memakan waktu cukup lama, sinus sagittal superior terpaksa dikorbankan karena sudah terinfiltrasi dengan massa tumor dan tidak paten. Akhirnya Gross total removal dapat dicapai dan pasien dapat kembali ke ruang intensive untuk managemen post operatif.
Managemen Post Operatif
Pasien kembali ke ruangan intensive dengan ventilasi meknaik, dipertahankan dengan manitol dan pemberian infus saline hipertonik 3%, IV dexamethasone dan IV phenytoin.
Anti edema dan antiepileptic dengan pemberian dexamethasone dapat dipertahankan selama 2 minggu lalu tapering, sementara pasien harus mendapatkan obat antiepilepsi phenytoin selama minimal 1 bulan, Karena pasien berpotensi untuk mengalami kejang sampai 3-6 bulan post operatif.
Untuk cairan hyperosmolar setelah operasi tetap digunakan. Sumber utama peningkatan TIK pada pasien telah diangkat, sambil mengingat bahwa masih ada kemungkinan terjadinya edema moderate hingga berat post operatif. Sambil mempertimbangkan kejadian edema postoperative pada pasien, tapering off pemberian cairan hipertonis dapat dilakukan. Hal ini dilakukan secara perlahan dan bertahap untuk menghindari terjadinya rebound edema pada otak yang berpotensi menyebabkan herniasi otak, selain itu sebaiknya dilakukan pemeriksaan natrium rutin. CT scan post operasi dapat dilakukan, untuk menunjukkan complete removal dari meningioma yang ditandai dengan adanya edema post operatif yang cukup signifikan. Untuk masalah oksigenasi post operatif weaning ventilator dilakukan secara bertahap dan berbagai tindakan intervensi lainnya diberikan berdasarkan penilaian neurologist.
Penulis : Jusuf Desman Banjarnahor
Departemen Bedah Syaraf FK Unpad
No comments:
Post a Comment