Friday, August 7, 2015

Menyapa dalam Untaian Pena

Menyapa dalam Untaian Pena

Wah sudah lama banget saya tidak membuat catatan,selain tidak ide juga belum mahir untuk menulis. Sering pula punya ide,eh lama kelamaan OOT (out of topic),hei  jangan salah itu ‘kelebihan “  saya dalam mengetik.:)
Apa kabar anda?? Apa kabar jejaring sosial?? Apa kabar dunia? Apa kabar dunia anda?? Apa kabar dunia sekitar??
Oh iya kabar saya (Alhamdulillah baik-baik saja), Tidak  terasa ya, sudah satu tahun lebih saya merantau dan “belajar” bekerja. Kenapa dikatakan ‘belajar” karena sampai sekrangpun saya belum bisa sepenuhnya menjalankan tugas saya dengan baik entah itu yang termaktub dalam sumpah profesi dan sumpah jabatah saya. Saya sudah mulai terbiasa dengan lingkaran birokrasi yang cukup membuat migrain kambuh,tapi tetap (sampai sekarang) belum bisa mengalahkan pre menstruasi syndrome dan dysminore saya tiap bulan..eh jangan salah saya tetap mensyukuri sakit bulanan itu, berarti saya masih berstatus sebagai perempuan because I’ve got period...
Memang tidak ada yang perlu disesalkan dengan keputusan yang harus dijalani dalam kehidupan kita entah itu soal rizki,lingkungan dan (ehm) jodoh..karena kita sendiri yang menjadi aktor-aktris dalam drama kehidupan kita sendiri. Hasilnya mau memuaskan atau tidak tergantung cara pandang masing-masing individu dalam menyikapi.
Ya sudahlah gak usah iri melihat kesuksesan orang lain,.capek tau..(pengalaman pribadi :P)
Karena menghitung nikmat orang lain yang didapat,daripada menghitung nikmat sendiri, hanya membuat stress sendiri dan percaya dech tolak ukur kesuksesan tiap orang berbeda, ada yang mengukur dari jabatan, karier,gaji, strata sosial, ada yang orientasi materi dunia dan ada pula yang memilih orientasi spiritual dan mental, tiap individu pasti berbeda, nah kalo ini hierarki Maslow berbicara.

Back to topik hidayat ( oh I mean back to topic).
Kalo mengetik memang enaknya pengalaman pribadi,karena kapasitas Mainboard otak saya belum bisa menganalisa fenomena yang ada, tapi baru sampai level curhat lebih kerennya menulis diary,.
Setahun belakangan merantau ke provinsi sebelah mau gak mau harus beradaptasi entah dari pekerjaan maupun budaya. Sering kali saya mengalami shock culture karena memang harus belajar. But it doesn’t matter because long life education..hohohoo beraatttt...!!!
Ada beberapa romantisme tempat kerja yang mengisi lembar diary kehidupan saya, misal ada seorang istri dan anak yang harus berjuang selama satu tahun terakhir menyembuhkan penyakit sang ayah karena diagnosa awal usus buntu. Namun kenyataannya jalan hidup bekehendak lain, selama satu tahun hasil operasinya malah menghasilkan infeksi dan selama satu tahun harus menjalani operasi per-usus-an selama 8 kali (kalo dibidang medis operasi ini harus termasuk operasi besar).Selama itu saya belajar ketelatenan istri-anak mengajak ngobrol dan ngaji disamping bed suami/ayah meskipun sang ayah sengaja ditidurkan dan akhirnya koma.Tapi tetap maut menyapa di bed ICU.Ah andai saja si pasien tau dan mendeteksi dini terhadap alarm-alarm biologis yang dikeluarkan oleh tubuhnya mungkin gak akan seperti ini.Tapi semuanya tidak perlu disesali kalo kita percaya pada takdirlah setelah kita berikhtiar.

Disisi lain saya belajar dari si bayi kembar karena dempet di dada,yang selama 12 bulan harus tinggal di NICU kemudian PICU dan terakhir menjalani seranggkaian proses pemisahan tubuh. Karena si bayi ini harus tumbuh dalam pengawasan medis. Selama itu pula saya belajar bagaiman keikhlasan seorang ibu-ayah untuk berpisah dengan sang buah hati,karena semenjak lahir sudah dirujuk ke rumah sakit pusat. Terbiasa beruarai air mata karena rindu ingin menyusui dan menggendong sang buah hati. Belajar sabar bolak-balik ke rumah sakit hanya untuk mendengar sapaan “ibu” dari sang belahan hati. Saya lagi-lagi harus bertafakur terhadap kebesaran Allah,.Bayi dempet dada tersebut dilahirkan secara NORMAL !!! hanya dengan bantuan bidan dan mengalami proses kelahiran dirumah selama 12 jam-an. Si ibu tidak tahu kalau anaknya kembar, dan selama kehamilan tidak pernah USG dan hanya periksa di puskesmas (lagi-lagi masalah biaya). Selama perawatan setelah operasi  semua perawat dipanggil ‘mama” .,termasuk saya..:)
Horeee!!! Terimakasih telah memanggil saya mama, berarti dalam diri saya msih terdapat aura keibuan..:P. Akhirnya si bayi tersebut bisa berkumpul lagi bersama keluarganya,.Finally happy ending juga...:)

No comments:

Post a Comment