Friday, October 30, 2015

Napak Tilas ke Klinik Kedokteran Keluarga

Sebenarnya judul di atas itu baru terbesit ketika tiba di tempat. Awal mula kunjungan, team simpus Jojok ingin tahu mengenai aplikasi pemakaian pilot program ICD-ICPC yang baru pertama kali aplikasi di Indonesia. Kita berangkat dari jogja hari Rabu sore. Team simpus yang berangkat terdiri dari Mas Jojok, Pak Albert , Mas Uun dan Mas wahyu. Perjalanan kita singgah untuk bermalam di Tasikmalaya. Tiba di Tasikmalaya sekitar pukul 02.00 dini hari. Kita istirahat sebentar di hotel untuk meluruskan badan, setelah beberapa jam badan kita tertekuk di kendaraan dalam perjalanan. Pagi hari kita berangkat dari Tasik sekitar pukul 08.30, kita dari Tasikmalaya dapat teman baru yaitu mbak Lena yang kebetulan materi tesisnya meneliti tentang program ICD-ICPD. Jadilah kita tambah personil menjadi orang dengan kepentingan yang sama menuju klinik tersebut. Perjalananpun dilanjutkan dari Tasikmalaya menuju tujuan. Tetapi sebelum masuk daerah Cinunuk kita menunggu temannya mbak Lena, yang kata pak Albert dinyatakan sebagai “penumpang gelap”. Temannya wanitanya mbak lena ini, diminta mbak lena untuk menemani biar tidak perempuan sendiri selama perjalanan.

Saya mendapat info klinik tersebut dari dokter,ketika saya berada di salah satu rumah sakit di jakarta. Hanya dengan berbekal alamat adan nomor telephone dr Susi (pemilik klinik tersebut) maka kita berpetualang mencari temapat keberadaan klinik tersebut. Nama klinik tersebut adalah Klinik Mitra Sehati . Dengan telephone sepanjang perjalanan, tanya-tanya kepada orang, dan Alat GPS (tenyata alat GPS pun tidak 100% valid untuk menemukan suatau tempat). Setelah nyasar ke komplek perumahan lain, akhirnya kita sampai di tempat tujuan yaitu Klinik Mitra Sehati komplek Griya Mitra Blok B2 No 17-19, Cinunuk, Jawa barat.

Ketika tiba pertama kali ke klinik, seperti pada umumnya klinik lain. Klinik ini terdiri dari ruang tunggu yang merangkap ruang pendaftaran, Ruang periksa dokter umum, Ruang Periksa dokter Gigi, Ruang Periksa bidan, Ruang menerima tamu. Kebetulan pada saat kita datang pemilik klinik (dokter Susi) sedang acara bakti sosial, maka ketika kita datang diterima oleh dokter jaga pada saat itu. Sambil menunggu dokter Susi kita dijelaskan mengenai proses awal pendafaran pasien dan aplikasi ICD-ICPC.
Setelah menjelang jam 02.00 dokter Susi pun datang kita banyak berbicang-bincang dan bertukar pikiran mengenai klinik ini.

Ada beberapa hal unik yang diterapkan dalam klinik ini
 
Pertama :

Klinik Mitra Sehati merupakan salah satu klinik percontohan di Jawa barat. Dengan menjadi klinik percontohan maka sering sekali ada kunjungan dinas ke klinik ini. Tidak hanya studi banding dari dinkes prov Jabar, UI, Unpad, tapi juga yayasan non profit yang bergerak di bidang kesehatan. Jadi tidak heran klinik ini sering sekali mendapat kunjungan studi banding, pilot project dari asuransi kesehatan, dan tentu saja praktek kedokteran keluarga bagi para koass di jawa-barat. Bahkan menurut dokter Susi pada hari kemarin ada 2 kunjungan studi banding dari instansi yang berbeda.

Kedua :

Sistem pengobatan yang dilaksanankan di klinik ini. Sistem pengobatan klinik ini lebih menerapkan “follow up setelah curative”. Saya akan mennjelaskan sedikit maksud diatas. Ketika ada pasien yang mengeluh datang ke klinik misalnya hanya sakit flu, pilek dan tidak ‘terlalu” parah maka hanya akan dilakukan observasi dalam beberapa hari, misalnya 2 hari akan dilakukan observasi. Pasien akan disuruh pulang dan hanya dibekali vitamin dan saran (istirahat cukup, konsumsi buah dan makanan yang sehat). Selama 2 hari itu pasien akan dipantau lewat sms oleh dokter mengenai perkembangan kesehatannya. Jadi di sini meminimalkan penggunaan antibiotik. Kalo memang tidak perlu maka tidak usah diberikan antibiotik karena angka resistensi antibiotik akan meningkat, mengingat kondisi tubuh orang Indonesia tidak semua fit dan kepatuhan untuk mengahabiskan dosis yang ditentukan sangat rendah. Jadi ingat cerita pak Albert yang istrinya merupakan dokter gigi, ada beberapa pasien beliau yang usianya masih anak-anak sudah resisten terhadap antibiotik tertentu. Jadi kita tidak bisa membayangkan kalo sakit maka antibiotik yang digunakan sudah masik level sedang. Jadi tidak heran ketika sakit sampai masuk ICU penggunaan antibiotik bukan lagi antibiotik yang “ecek-ecek”. Ada antibiotik yang digunakan di ICU,dengan 2x pemeberian harganya bisa mencapai 1,5uta/ hari. Mungkin dari “strategi” seperti yang dilakukan klinik ini bisa mengendalikan dan meminimalkan konsumsi antibiotik yang cukup besar di Indonesia.

Selain itu klinik ini juga memiliki kerjasama dengan salah satu rumah sakit di jawa barat (ini bukan kerjasama profit, karena klinik ini tidak mendapatkan persenan ketika merujuk pasien. Tujuan kerjasama ini hanya untuk memodahkan akses mendapatkan pelayanan kesehatan yang cepat dan akurat serta memudahkan komunikasi antar tenaga medis. Maksudnya memudahkan komunikasi disini, contohnya ketika pasien rujukan mendapat penanganan oleh dokter spesialis maka dokter di klinik ini akan menghubungi dokter spesialis tersebut, selain menanyakan kondisi kesehatan pasien juga berdiskusi untuk tindakan follow up ketika pasien dirumah. Jadi ketika pasien ingin cek kesehatan di klinik Mitra Sehati maka dokter di klinik sudah mengetahui kondisi sebelumnya.

Ketiga :

Klinik Mitra Sehati juga terlibat dalam promosi kesehatan. Selain mengadakan pengobatan, klinik ini juga berperan aktif dalam kegiatan posyandu dan UKS di tiap sekolah. Klinik ini juga otomatis mengadakan kerjasama denganpuskesmas terkait untuk berperan dalam kegiatan promotif dan preventive di bidang kesehatan masyarakat. Selain itu pasien yang datang ke klinik juga diberikan pendidikan kesehatan yang memadai dengan fasilitas yang ada. Dalam menjelaskan suatu penyakit tidak hanya menggunakan pamflet atau brosur tetapi juga akan diajak searching bareng lewat internat. Disini kebetulan terpasang internet berlangganan. Sebagai contoh (menurut penjelasan dokter jaga) : Ada orang tua yang mebawa anaknya dengan kasus susah menelan, panas dsb. Dan ternyata setelah didiagnosa terkena penyakit tonsilitis (bahasa awamnya amandel). Maka orang tua akan diajak berdiskusi mengenai penyakit ini. Kalu perlu dicarikan di Internet mengenai anatomi-fisiologi (struktur bentuk dan fungsi) dari tonsil /amandel tersebut. Dijelaskan sampai paham maka keluarga akan mengerti dengan sendirinya kapan anaknya perlu dioperasi, misalnya ketika menelan sudah susah, tidurnya mengorok (yap...silahkan yang merasa tidurnya mengorok tidak ada salahny di cek tonsilnya). Ketika sudah mengalami kondisi seperi itu berarti pembesaran tonsilnya sudah mengganggu sistem pencernaan dan pernafasan.  Begitulah salah satu contoh mengenai pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh dokter di klinik ini.

Keempat:

Saya jujur binggung untuk membuat sub judul. Jadi begini saja ya saya terangkan detailnya. Klinik Mitra sehat salah satu klinik yang bekerja sama dengan ASKES kalau sekarang BPJS sebagai dokter keluarga yang bisa merujuk secara “sah” ke rumah sakit rujukan. Setahu saya untuk mendapat predikat sebagai dokter keluarga yang diakui pemerintah, harus melalui kompetensi tertentu dan sertifikat dokter praktik keluarga sejumlah 250 angka kredit, oleh dinas kesehatan (saya melihatnya di sertifikat yang terpampang di ruang praktek dokter umum).selain itu dokter jaga (selain dokter susi) merupakan dokter PTT. Kalau tidak memiiki kualitas dan kredibilitas yang bagus terhadap pelayanan kesehatan, dinas kesehatan tidak akan mempercayakan salah satu dokter PTT nya untuk ditempatkan penuh jaga di klinik ini. Karena banyak puskesmas dan tempat-tempat terpencil lainnya yang lebih membutuhkan dokter PTT. Klinik ini juga bisa meminta bidan PTT untuk ditempatkan disini, tapi saya kurang tahu apakah bidan yang sekarang merupakan bidan PTT atau tidak. Beliau tidak menjelaskan dan sayapun lupa menanyakan.

Begitulah sekelumit kisah perjalanan mencari ilmu di klinik Mitra Sejati. Saya tidak bermaksud untuk menggunggulkan klinik ini, tapi saya berharap kita dapat belajar dan ambil sisi positifnya. Saya tidak menutup mata untuk diterapkan di puskesmas sangatlah sulit dengan jumlah pasien serta cakupan demografis yang berbeda-beda dan tidak semua akses lancar menuju wilayah tersebut. Sangat kecil sekali memantau dan mem-follow up pasien ketika pulang. Malah saya jadi curiga ada udang dibalik batu, ketiga petugas (single pula) sangat intensive sekali memonitor kesehatan pasiennya yang kenetulan single pula. Kemungkinan itu ada intervensi hati untuk mencuri hati (gak nyambung ya??). Namun yang saya ingat sekali pernyataan dokter disini, semakin sedikit tingkat kunjungan pasien ke klinik kemungkinan besar jumlah insiden kesakitan di wilayah ini semakin menurun. Dengan kata lain jumlah tingkat kesehatan warga/ pasien semakin meningkat. Kadang saya miris sekali jika dibandingkan dengan laporan beberapa fakta dilapangan. Di beberapa puskesmas malah ditarget jumlah kunjungan pasien per tahun. Heran !!! bukankah semakin jauh dari target kunjungan, kemunginan besar warganya sehat. Kalau dinalar berarti pemerintah untuk mensubsidi biaya pengobatan semakin berkurang. Jadi alokasi dana untuk jamkesda-jamkesmas-gakinda dan subsidi kesehatan yang lain menjadi berkurang. Dan sis dana ini bisa digunakan untuk program kesehatan yang lain. Ko ini malah sebaliknya, jumlah pasien ditarget yang katanya sebagai pemasukan APBD. Mungkin pihak atas sudah lebih tahu untk penerapan kebijakan dalam menetapkan jumlah kunjungan.

Semoga para petugas kesehatan dan team simpus masih tetap semangat untuk terus berkarya demi masa depan anak cucu kita yang lebih baik. Doakan semoga team simpus bisa Go International (seperti artis aja) jadi ada oleh-oleh dari luar negeri sana untuk dibagikan kepada pengguna simpus. Dan satu lagi kata Pak Albert Pratama dengan go international, team simpus punya alasan untuk belajar bahasa inggris.Tapi go international bukan tujuan utama team simpus (itu hanya candaan di sela perjalanan), kami sudah cukup bebahagia pengguna simpus mau entry data secara tertib dan lancar. Kata mas jojok sih mari kita fastbikhul khoirot (berlomba-lomba dalam kebaikan) dengan apa yang kita punya, dengan apa yang kita bisa, entah dengan waktu, tenaga, ilmu maupun harta. Tenang saja Tuhan memiliki cara tersendiri yang sangat adil, untuk memperhitungkan setiap peluh dan air mata yang kita keluarkan untuk kebaikan. Mohon maaf kalau ada kata-kata yang kurang berkenan. Salam semangat dan hangat dari team simpus

No comments:

Post a Comment